Organisasi kesehatan
World Health Organization (WHO) mengumumkan data terbaru yang mengagetkan: 332
orang telah meninggal karena virus flu burung sejak 2003. Pengumuman ini tak
pelak memunculkan kekhawatiran baru, terlebih setelah peneliti menemukan ada lima
perubahan genetika yang bisa membuat virus H5N1 ini menjadi pandemi pembunuh
manusia.
Kesimpulan itu
dipublikasikan kepala tim peneliti dari Pusat Medis Erasmus di Belanda, Prof.
Ron Fouchier, pada jurnalScience. Dia berharap penelitiannya itu akan mempercepat
proses penemuan vaksin dan obat anti penularan dari ancaman mematikan mutasi
flu burung.
Selama ini, virus
flu burung dianggap baru menular apabila manusia melakukan kontak dengan burung
yang terinfeksi. Kini, WHO kini memiliki kekhawatiran baru. Virus H5N1 ternyata
bisa bermutasi menjadi bentuk yang mudah menular pada manusia, hanya melalui
batuk dan bersin yang menyebar melalui udara.
Bentuk baru virus
ini ditakutkan akan menjadi pandemi mematikan yang dapat menyebar cepat ke
seantero muka bumi dan bisa membunuh puluhan juta orang. Hasil studi ini bahkan
telah menancapkan keyakinan di kalangan para ahli atas bahaya virus ini.
Tim peneliti Prof.
Fouchier menyelidiki perubahan genetika yang diperlukan untuk membuat virus
H5N1 bermutasi menjadi bentuk yang bisa menular dari orang ke orang melalui
udara. Mereka membandingkan struktur genetika virus flu burung dengan pandemi
flu pada manusia. Peneliti menemukan ada lima kunci perubahan yang membuat
mereka memperkirakan perlu ada mutasi untuk membuat virus bisa menyebar melalui
udara.
Menurut Time.com,
tim Fouchier meneliti perubahan genetika yang tampak pada virus H5N1 yang
pernah menyebabkan pandemi penyakit manusia pada tahun 1918, 1957, dan 1968.
Mereka menyuntikkan virus flu pada musang karena anatomi mereka dianggap
merupakan model yang pas untuk menunjukkan cara kerja influenza di tubuh
manusia.
Semula, virus ini
tidak bereproduksi secara efisien pada musang. H5N1 juga tidak mampu menyebar
lewat udara dari satu binatang ke binatang lain.
Tim peneliti lalu
mengulang penyebaran virus mutan dengan tiga perubahan genetik. Mereka
memasukkannya ke dalam saluran hidung musang sehingga virus bermutasi pada
inangnya sendiri. Sampel virus dari hidung dan paru-paru binatang dikumpulkan
dari musang yang terinfeksi jenis virus asli.
Peneliti menggunakan
jenis virus ini untuk menyuntik hewan selanjutnya, dan begitu seterusnya.
Metoda ini meniru proses alami penyebaran virus antar hewan dan manusia.
Fouchier menemukan
setelah perubahan kelima, virus mulai bermutasi. H5N1 berubah menjadi lebih
efisien dan berkembang di saluran pernapasan musang itu. Setelah 10 kali
berpindah, H5N1 bahkan bisa menyebar di udara. Kemampuannya berpindah
meningkat, dari musang yang terinfeksi lalu menyerang musang di sekitarnya
melalui udara.
Tim Fouchier
menyatakan penularan ini terjadi ketika tiga dari empat musang dipisahkan
secara fisik dari yang terinfeksi. Musang yang tadinya sehat, belakangan
terinfeksi partikel influenza yang dilepaskan musang yang sakit.
Mereka menyimpulkan,
secara genetis, mutasi virus H5N1 bisa menyebar melalui batuk dan bersin.
“Sedikitnya perlu ada 5-10 mutasi untuk membuat H5N1 dapat menyebar melalui
udara,” ujar Fouchier.
Menyoroti mudahnya
virus ini bermutasi, kelompok ilmuwan lain yang dipimpin Fouchier di Erasmus
juga melaporkan hasil studi mereka pada jurnal Science. Di antara dua
mutasi yang umum beredar di antara jenis H5N1 yang kini menginfeksi unggas,
salah satunya muncul dari sekitar 30 persen jenis baru H5N1. Setengah dari
jenis ini bisa menginfeksi burung dan manusia. Hanya perlu sekitar tiga kali
mutasi untuk virus ini bisa menular via udara dari mamalia ke mamalia.
Sementara itu, tim
peneliti dari Universitas Cambridge, Inggris, meneliti bagaimana mutasi ini
terjadi secara alamiah. Mereka mempelajari struktur genetika 3.000 virus burung
dan 400 yang menjangkiti manusia.
Mereka menemukan
beberapa virus ini memilki dua kunci perubahan yang diperlukan untuk
mengubahnya menjadi penyakit menular melalui udara. Model matematika yang
mereka kembangkan menunjukkan betapa virus ini berpotensi berkembang dalam tiga
tahap lanjutan. Ini kondisi yang dibutuhkan untuk menjadikannya epidemik.
Yoshihiro Kawaoka
dari Universitas Winconsin dan koleganya pun telah mempublikasikan penelitian
serupa pada jurnal Inggris, Nature, pada edisi Mei 2012. Menurut AFP,
mereka menjelaskan berdasarkan percobaan virus H1N1 2009 atau flu babi, virus
bisa menular melalui udara setelah melalui serangkaian mutasi dan penyusunan
ulang materi genetik.
Senjata biologi
Pemerintah Amerika
Serikat semula berupaya menahan agar penelitian ini tidak menyebar. Mereka
ingin merahasiakan daya mematikan virus H5N1 karena khawatir dapat
disalahgunakan sebagai senjata biologi. Soalnya, inilah untuk pertama kalinya
sejumlah penelitian menyimpulkan flu burung ternyata bisa menyebar melalui udara;
meski para peneliti belum mengetahui dengan pasti cara terjadinya.
Studi Yoshihiro
Kawaoka yang dipublikasikan pada jurnal Nature edisi Mei 2012,
misalnya, membuat Dewan Penasehat Keamanan Nasional AS untuk Bioteknologi
(NSABB) khawatir. Mereka meminta Nature--juga jurnal yang mempublikasikan
temuan penelitian Fouchier--pada November lalu untuk mengedit kembali
bagian-bagian yang dianggap sensitif dari hasil penelitian itu. NSABB meyakini
informasi tentang temuan ini bisa disalahgunakan teroris untuk menciptakan
senjata biologi.
Fouchier dan Kawaoka
sepakat menunda publikasi temuan mereka. Tapi, mereka sangat ingin melanjutkan
penelitian untuk melihat pengaruhnya pada manusia. Terutama, tentang cara virus
jenis baru ini menyebar pada manusia.
Setelah ditunda
selama lebih dari enam bulan, penelitian Fouchier akhirnya bisa dipublikasikan
di jurnal Science pada Kamis, 21 Juni 2012. Adapun penelitian Kawaoka dirilis
di bulan Mei lalu. NSABB memutuskan dua makalah ini lebih banyak manfaatnya
untuk dipublikasikan, ketimbang mudaratnya.
Temuan ini
menyadarkan betapa dekatnya kita dengan bahaya pandemi influenza yang
mematikan.
Virus H5N1 menyebar
dengan mudah pada burung dan bisa membunuh hewan ini dengan mudah. Buat
manusia, wabah ini tak kalah mematikan. Dari 606 kasus infeksi H5N1 pada
manusia sejak 2003, hampir 60 persen di antaranya berakhir dengan kematian.
Jika benar virus ini bisa terbang dari satu orang ke orang lain melalui udara,
hanya melalui bersin dan batuk, niscaya ia bisa menciptakan pandemi yang
mengerikan buat umat manusia di muka bumi ini.
0 komentar:
Posting Komentar